Mengisi Lembaran Buku Sejarah Diri
oleh
: Adem
Hari
berlalu berganti hari yang baru dan sekarang sudah masuk tahun baru. Kita,
baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, dalam hari-hari yang
berlalu itu, senantiasa mengisi lembaran-lembaran yang setiap tahun
kita tutup untuk kemudian membuka lagi lembaran baru pada tahun
berikutnya. Lembaran-lembaran
itu adalah lembaran buku sejarah hidup kita dan itulah kelak yang
akan disodorkan kepada kita untuk dibaca dan dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah pada hari Kemudian nanti.
Perhatikan
firman Allah berikut:
اقْرَأْ
كِتَابَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ
عَلَيْكَ حَسِيبًا
Bacalah
kitabmu, cukuplah engkau sendiri hari ini yang melakukan perhitungan
atas dirimu.
(QS Al-Isra [17]:14).
وَتَرَىٰ
كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً ۚ كُلُّ أُمَّةٍ
تُدْعَىٰ إِلَىٰ كِتَابِهَا الْيَوْمَ
تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Engkau
akan melihat setiap umat berlutut, setiap umat diajak untuk membaca
kitab amalan (sejarahnya).
(QS Al-Jatsiyah [45]:28).
Saat
seperti itu belum tiba. Sekarang
masih berada pada saat untuk menggunakan waktu hidup kita. Saat untuk menuliskan sejarah
hidup diri. Buku sejarah hidup diri seperti apa jadinya, tentu yang diinginkan yang layak, terbaik dan terindah. Sebelumnya mari kita simak pengertian waktu, tujuan keberadaannya, dan harus diisi apa di dalamnya.
Pengertian Waktu
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), waktu adalah seluruh rangkaian
saat yang telah berlalu, sekarang, maupun yang akan datang. Pada al-Quran kata waqt digunakan dalam konteks pembicaraan tentang masa
akhir hidup. Kata waqt (waktu) ditemukan tiga kali. Tiga kata itu ada
pada surat al-A'raf ayat 187, surat al-Hijr ayat 38, dan surat Shod
ayat 81. Dua ayat terakhir kalimatnya sama.
QS
Al-A'raf [7]:187
.
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ
قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ رَبِّي
ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا
هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا
بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ
حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا
عِندَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
QS
Al-Hijr [15]:38
إِلَىٰ
يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ
QS
Shod [38]:81
إِلَىٰ
يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ
Pada al-Quran, kata waqt digunakan dalam konteks pembicaraan tentang masa
akhir hidup di dunia ini. Waqt adalah akhir dari masa yang seharusnya
digunakan untuk mengoptimalkan kualitas diri. Kualitas diri yang baik
dihasilkan dari perpaduan niat yang benar, tekap yang kuat,
pengetahuan yang diimplementasikan, kerja keras, dan kerja cerdas.
Kata
lain yang digunakan oleh al-Quran untuk menunjuk kepada waktu atau
masa adalah 'ashr. Kata
ini, ditemukan sekali dalam al-Quran, tetapi kaitannya dengan "kerja
keras" sangat jelas. Kata
'ashr terambil dari akar kata yang berarti "memeras atau menekan
sekuat tenaga sehingga bagian terdalam dari sesuatu dapat keluar dan
nampak kepermukaan."Al-Quran
menggunakan kata 'ashr, memberi kesan bahwa saat-saat yang dialami
oleh manusia harus diisi dengan kerja keras dan kerja cerdas
menggunakan segenap kemampuan, tenaga dan pikiran sehingga sari
kehidupan ini dapat diperoleh.
Tujuan Keberadaan Waktu
وَهُوَ
الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
خِلْفَةً لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ
أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
Dia
(Allah) menjadikan malam dan siang silih berganti untuk memberi waktu
(kesempatan) kepada orang yang ingin mengingat (mengambil pelajaran)
atau ingin bersyukur.
(QS Al-Furqan [25]:62).
Demikian
hikmah dari waqt, untuk mengingat atau mengambil pelajaran dan untuk
bersyukur. Aktivitas
mengingat berkaitan dengan masa lampau. Ini menuntut introspeksi dan
kesadaran menyangkut semua hal yang telah terjadi, sehingga
mengantarkan manusia untuk melakukan perbaikan dan peningkatan. Adapun
bersyukur adalah "menggunakan segala potensi yang dianugerahkan
Allah sesuai dengan tujuan penganugerahannya." Ini menuntut daya
juang dan kerja keras.
Banyak
ayat Al-Quran yang berbicara tentang peristiwa-peristiwa masa lampau,
kemudian diakhiri dengan pernyataan agar mengambil pelajaran dari
peristiwa itu. Banyak
pula ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk mempersiapkan diri
menghadapi masa depan. Salah
satu ayat yang populer mengenai tema ini adalah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
(QS Al-Hasyr
[59]:18).
Ayat
di atas dimulai dengan perintah dan diakhiri dengan perintah yang
sama, yaitu bertakwa. Landasan
berpikir untuk mempersiapkan hari esok haruslah ketakwaan. Hasil
akhir yang diperoleh pun adalah ketakwaan.
Al-Quran
tidak hanya memerintahkan asal bekerja saja, tetapi bekerja dengan
sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan tidak boleh menganggur.
فَإِذَا
فَرَغْتَ فَانصَبْ
Maka
apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
(QS [94]: 7).
Mengisi Waktu
Waktu
adalah modal.
Apa
yang luput atau tidak dapat kita raih dari usaha kita, masih mungkin
dapat kita peroleh di kemudian hari, selama yang luput itu bukan
waktu.
"Apakah
akibat yang akan terjadi kalau menyia-nyiakan waktu?"
Jawaban
yang paling gamblang ada pada surat Al-'Ashr. Allah
bersumpah dengan 'ashr, yang arti harfiahnya adalah memeras sesuatu
sehingga ditemukan hal yang paling tersembunyi padanya.
وَالْعَصْرِ
إِنَّ
الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ
"Demi
masa, saat manusia mencapai hasil setelah memeras tenaganya,
sesungguhnya ia merugi apa pun hasil yang dicapainya itu, kecuali
jika ia beriman dan beramal saleh dan saling mewasiati tentang
kebenaran dan saling mewasiati tentang kesabaran".
Sesungguhnya
manusia benar-benar berada dalam khusr (kerugian). Kerugian
tersebut baru disadari setelah berlalunya masa, yakni paling tidak
akan disadari pada waktu 'ashr kehidupan menjelang hayat terbenam. Kata
khusr mempunyai banyak arti, antara lain rugi, sesat, celaka, lemah,
dan sebagainya yang semuanya mengarah kepada makna-makna negatif yang
tidak disenangi oleh siapa pun. Kata
khusr pada ayat di atas berbentuk nakirah, hal itu menunjukkan
keberagaman, sehingga kata khusr dipahami sebagai kerugian,
kesesatan, atau kecelakaan besar. Al-haq
adalah kebenaran yang diperoleh melalui pencarian ilmu. Dan
ash-shabr adalah ketabahan menghadapi segala sesuatu, serta
kemampuan menahan rayuan nafsu demi mencapai yang terbaik.
Surat
Al-'Ashr secara keseluruhan berpesan agar terhindar dari kerugian
yang tak terduga dengan mengisi waktu hidupnya dijalani dalam keadaan
diri beriman, beramal saleh, berilmu, dan menerima nasihat agar tabah
dan sabar, sambil terus bertahan bahkan meningkatkan iman, amal, dan
pengetahuannya. Kita
belum imum dari kerugian, jika hanya dengan mengetahui dan
mengamalkan kebenaran. Kita
dituntut pula untuk saling menjaga dan memelihara, serta saling
meningkatkan kualitas, kemudian berjuang bersama guna mensyukuri
anugrah-anugrah Ilahi yang berlimpah. Demikian
kiranya yang harus diperhatikan dalam mengisi waktu hidup ini. Jangan
lembaran kitab sejarah hidup kita berisi hal-hal yang sepele apalagi
tidak berguna.
Semoga
saat lembaran berisi catatan sejarah hidup kita terima, kita
menerimanya seperti yang disebut pada QS al-Isra [17]:71.
مَنْ
أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ
Mereka
itulah yang akan menerima lembaran sejarah hidupnya dengan tangan
kanannya.
Selamat
Tahun Baru
1
Muharram 1438.
Posting Komentar