Menuju Final LKIR LIPI 2016
oleh: Delonix Regiandira AnggariPerkenalkan nama saya Delonix Regiandira Anggari. Saya tinggal di Desa Anggrawati Kec. Maja Kab. Majalengka, Jawa Barat. Walaupun bukan asli orang Sunda, tapi saya sudah lama tinggal di tanah legenda ini. Saya lahir Pontianak 17 tahun lalu, tepatnya tanggal 7 Maret 1999. Hanya beberapa tahun saya tinggal di sana hingga akhirnya pindah ke Majalengka. Saya memulai pendidikan saya di TK Pertanian Jabal Rahmat, dilanjutkan ke SD Anggrawati I, hingga pada tahun 2011 saya meneruskan pendidikan saya di SMPN 3 Majalengka.
Saya memiliki hobi bermain tenis meja. Alhamdulillah saya mendapat prestasi juga dari hobi saya tersebut. Event kejuaraan yang menjadi langganan saya setiap tahunnya yaitu Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN), dari mulai sekolah dasar saya berkesempatan untuk memperoleh medali dari kejuaraan tersebut dan mewakili Kabupaten Majalengka ditingkat provinsi. Prestasi terakhir saya dari bidang tersebut adalah medali emas pada O2SN tenis meja tunggal putri tahun 2015 dan 2016, serta pada ajang Pekan Olahraga Pelajar Daerah(POPDA XI) tahun 2016. Sayangnya, saya belum sanggup merebut emas ditingkat provinsi, saya hanya bisa mencapai juara harapan saja.
Nida Nur Aulia |
Delonix |
Awalnya saya sama sekali tidak memiliki minat dalam bidang ini, tapi ketika masuk SMA saya diharuskan mengikuti satu ekstrakulikuler, karena di antara semua ekskul yang ada, ekskul ini paling aneh dan menarik maka saya memutuskan untuk mengikuti ekskul Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) Ganesha.
1. Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk sebagai Bahan Baku Pembuatan Tisu
Tuntutan dari ekskul yang saya pilih adalah harus bisa melakukan penelitian dan melaporkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah. Maka dimulailah penelitian saya yang pertama, dengan judul “Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk sebagai Bahan Baku Pembuatan Tisu”, sebab pada saat itu Majalengka sedang kebanjiran sampah kulit jeruk (yang saya sayangkan bukan kulit jeruk lokal, tapi kulit jeruk dari jeruk impor) dan topik yang sedang hangat mengenai tidak sebandingnya jumlah pohon yang ditebang hanya untuk menghasilkan satu kotak tisu.Penelitian pertama saya jelas masih sangat berantakan, karena saya belum begitu mengerti mengenai ketentuan penulisan dan sebagainya, ditambah lagi saya tidak pintar dalam hal menulis. Akan tetapi, karya pertama saya ini diikutkan oleh sekolah dalam LKTI BFUB UPI tingkat nasional tahun 2015. Hasilnya cukup baik menurut saya, untuk karya pertama yang masih berantakan ini, tim saya dapat menjadi semifinalis. Namun, saya sangat kecewa ketika juri mengatakan karya ini sangat mirip dengan karya sebelumnya yang sejenis yaitu mengenai pengganti bahan baku pembuatan tisu, penelitian mahasiswa di salah satu universitas swasta. Padahal jelas terdapat perbedaan, mahasiswa tersebut menggunakan limbah kulit pisang, sedangkan kami menggunakan limbah kulit jeruk, ditambah lagi cara kerja yang kami lakukan berbeda. Pelajaran pertama yang berharga, lain kali sebelum melakukan penelitian, saya akan mencari informasi terlebih dahulu mengenai karya sebelumnya yang sejenis, sehingga saya dapat memberikan inovasi pada karya tersebut dan hal seperti ini tidak terjadi lagi.
2. Pemanfaatan Limbah Organik Belimbing Wuluh sebagai Sabun Pencuci Piring
Next, karya yang kedua diikutkan dalam LKIR LIPI ke 47 tahun 2015, lomba yang sama seperti yang sedang saya ikuti saat ini. Karya yang saya ajukan berjudul “Pemanfaatan Limbah Organik Belimbing Wuluh sebagai Sabun Pencuci Piring”. Walaupun ini karya yang kedua, tapi saya merasa karya ini tidak sebaik karya pertama, sebab dalam pengerjaannya, penelitian ini dikejar waktu dan kami hanya mampu melakukan eksperimen sebanyak dua kali. Hasilnya, bisa ditebak, karya kami tidak lolos. Dari 4200-an peserta kami menempati urutan ke 1025, sedangkan karya yang lolos harus berada diperingkat 1 s.d 70. Gagal. Mungkin saat itu bukanlah keberuntungan bagi kami. Maka kami optimis, ditahun berikutnya, kami masih punya satu kesempatan lagi, LKIR LIPI ke 48 tahun 2016.3. Stress Phenomenological Detector
Pada penelitian yang ketiga, saya mencoba keluar zona nyaman, dari bidang biologi, saya mencoba menyeberang ke bidang teknologi. Penelitian saya kali ini berjudul “Stress Phenomenological Detector”. Alat ini berbentuk seperti catokan rambut yang mampu mendeteksi tingkat stres seseorang dengan indikatornya adalah hormon kortisol yang terdapat rambut. Sehingga nantinya, tingkat stres seseorang dapat ditampilkan dalam bentuk persen dilayar alat, serta terdapat keterangan tingkat keparahan stres pada setiap persennya, mulai dari stres ringan hingga stres berat. Itulah rancangan alat yang kami rencanakan. Sayangnya, penelitian ini belum kami rampungkan hingga sekarang, kendala dana dan pengetahuan kami yang masih sangat sedikit mengenai teori dasar dalam penelitian ini yaitu “arduino uno” menjadi penyebab utama.4. Pelestarian dan Pengembangan Gula Cakar sebagai Makanan Tradisional Majalengka
Penelitian keempat, saya mencoba keluar lagi dari zona nyaman. Kali ini saya mencoba penelitian di bidang sosial budaya, yakni “Pelestarian dan Pengembangan Gula Cakar sebagai Makanan Tradisional Majalengka”. Pada masa awal saya tinggal di Majalengka, gula cakar merupakan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, selain itu bentuknya juga menarik, berbentuk kubus dengan warna merah muda. Kalau anda perhatikan, saat ini keberadaannya mulai sulit ditemukan. Ketika saya pergi ke pasar untuk mencari sampel gula cakar, sulit untuk mencari pedagang yang menjual gula tersebut. Padahal gula cakar mulai eksis di ibukota, ada sebuah perusahaan yang sedang mengembangkan gula tersebut, namun tanpa “embel-embel” gula cakar asal Majalengka. Saya takut, gula cakar yang merupakan aset budaya Majalengka justru diklaim oleh pihak lain, seperti halnya yang terjadi pada tempe mendoan yang diklaim oleh pihak swasta negara tetangga. Itulah latar belakang penelitian ini. Kenapa saya sebut makanan tradisional Majalengka? Ya karena tidak ada didaerah lain, di tatar Sunda sekalipun, bahkan diseantero negeri ini. Sebelumnya saya berkesempatan untuk mengikuti Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) yang mempertemukan peneliti-peneliti muda dari Sabang sampai Merauke, dalam kegiatan itulah saya melakukan survei, apakah mereka mengenali gula cakar? Atau adakah daerah lain yang memiliki gula cakar namun dengan nama yang berbeda? Hasilnya tidak ada, jadi gula cakar hanya ada di Majalengka dan merupakan makanan tradisional sekaligus aset budaya Majalengka yang harus terus dilestarikan. Untuk itu, kami mencoba mengenalkan gula cakar kepada masyarakat daerah lain, dengan cara mengikuti lomba LISES UNPAD tahun 2015.Predikat “juara” itu bonus, yang terpenting penelitian kami berhasil, dan tujuan dari penelitian tersebut dilakukan dapat terlaksana, yakni melestarikan aset budaya Majalengka.
5. Unweary Shoes with Electric Power
Masih penasaran dengan bidang teknologi, saya kembali melakukan penelitian dengan judul “Unweary Shoes with Electric Power”. Jika anda adalah siswa ataupun alumni SMAN 1 Majalengka, anda pasti mengetahui bagaimana rasanya ketika mengenakan sepatu ganesha. Pasti bangga ketika mengenakan sepatu tersebut. Sayangnya, sepatu ini kurang begitu nyaman ketika dipakai, apalagi untuk berolahraga. Jangan salah sangka, saya tidak akan menyulap sepatu ganesha menjadi sepatu olahraga, tapi saya akan membuat sepatu ganesha lebih nyaman ketika dipakai sesudah olahraga. Simple-nya sih, saya akan membuat sepatu ganesha menjadi sepatu anti pegal dengan tenaga listrik. Rasa pegal yang timbul sehabis berolahraga ditimbulkan karena adanya penumpukan asam laktat dalam tubuh (lebih tepatnya pada otot) terutama pada bagian kaki. Rasa pegal tersebut seringkali dikeluhkan oleh siswa, sehingga mengganggu konsentrasi belajar mereka di jam pelajaran selanjutnya. Rasa pegal tersebut bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan, salah satunya dengan cara menghangatkan bagian yang pegal. Anda pasti tau koyo kan? Benda yang selalu ada tempelkan ke tubuh anda ketika ada bagian yang pegal atau ketika anda sakit gigi, lalu apa yang anda rasakan dari koyo tersebut? Pasti rasa hangat atau bahkan panas, hingga pegal atau sakit pada tubuh anda tidak terasa lagi. Prinsip kerja alat ini mirip seperti koyo. Hanya saja prinsip tersebut coba kami aplikasikan ke sepatu ganesha, lalu kami modifikasi dengan menggunakan sumber tenaga listrik. Karya ini sempat kami ikutkan di lomba LKTI EPSILON Univesitas Gajah Mada (UGM) dan kami menjadi semifinalis. Namun, karena alat ini belum begitu sempurna, masih sangat sederhana dan masih dalam bentuk prototype, maka alat ini belum bisa diaplikasikan ke sepatu ganesha seluruhnya sebab masih harus disempurnakan.6. Optimalisasi Peranan Jamur Basidiomycota sebagai Penetralisir Air Limbah Tekstil
Next challenge! Saya dan tim mendapat tantangan untuk mengikuti lomba Chemistry Innovation Project di Universitas Indonesia (UI). Selain karena bidangnya yang berbeda, lomba kali ini pesertanya pun berbeda. Biasanya saya berhadapan dengan sesama siswa SMA, tapi kali ini selain berhadapan dengan siswa SMA, saya juga harus bersaing dengan Mahasiswa dari berbagai universitas. Penelitian yang dilakukan kali ini dilatarbelakangi oleh air limbah tekstil yang saat ini mulai memasuki pengairan sungai di Kabupaten Majalengka, mengingat Majalengka sedang tumbuh menjadi kabupaten industri. Maka sebagai upaya pencegahan kami melakukan penelitian ini, dengan memanfaatkan jamur Basidiomycota untuk menetralisir air limbah sebelum dibuang ke sungai. Sayangnya, kami belum bisa membuktikan hipotesis yang kami ajukan. Sehingga kami tidak bisa lolos ke tahap 10 besar.7. Potensi Pemanfaatan Jamur Kayu Secara Langsung dalam Dekolorisasi Air Limbah Tekstil
Inilah judul penelitian yang kami ajukan pada Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI ke 48 tahun 2016. Sebenarnya penelitian ini merupakan pengkajian ulang dari penelitian kami sebelumnya. Penelitian yang mana ya? Ituloh, penelitian yang nomor 6 diatas. Latar belakangnya pun sama. Tapi dari judul pun keliatan ada perbedaan ya? Ini adalah penelitian terlama yang pernah kami lakukan, memakan waktu berbulan-bulan. Dari penelitian ini kami mendapat banyak pengalaman berharga, kami bisa merasakan bagaimana rasanya satu laboratorium dengan para peneliti sesungguhnya di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, lalu kami juga bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi mahasiswa (gadungan) Institut Teknologi Bandung yang sedang menyelesaikan tugas akhir (skripsi maupun tesis) hingga harus rela bermalam di laboratorium kampus. Banyak pengalaman yang luar biasa yang kami alami.Hingga tiba saatnya, kami harus mempertanggungjawabkan penelitian ini. Grand Final LKIR LIPI 2016!!!! Doakan kami ya, semoga kami bisa mengharumkan nama SMAN 1 Majalengka di tingkat nasional, amiin.
KIR Ganesha, Keep Spirit !!
Posting Komentar